Thursday, June 21, 2007

kali ini tak ada lagi cinta.

Tidur Bersama Semut

sudah beberapa hari hiliran semut mondar-mandir di ruang kontrakkanku. kadang aku membersihkannya dengan melibas langsung dengan sapu (kali ini tak ada lagi ampun. rasa tak tega membunuh seekor semut pun sudah lenyap entah kemana). kadang kubiarkan saja rombongan itu lewat di pojok-pojok ruang. seakan dapat berdampingan hidup dengan mereka.

tapi rasa mengganggu mulai mengusik saat rombongan itu secara berkala melewati alas tidurku. aku mulai curiga ada sesuatu dibawah alas tidur ku. sempat terfikir untuk mengadakan pembersihan total suatu saat nanti. apalagi aku baru saja luluran beberapa hari sebelum ini. meninggalkan rasa lengket di lantai yang belum dibasuh dengan kain pel. meski, jadwal pembersihan total itu sendiri aku tak pasti.

siang ini, setelah makan siang dengan lauk urap yang luar biasa pedas, aku merasa kembali ngantuk. (come on, padahal aku baru bangun jam 11.30 hari ini). berniat ingin kembali merebahkan badan. kembali kulihat hiliran semut itu. sempat berfikir yang tidak-tidak. khawatir menemukan bangkai sesuatu yang membuat pasukan itu rajin bergerombol ke tempat ku. (aku pernah menemukan bangkai tikus pada alas tidur di rumahku dulu. benar-benar peristiwa horor!)

dengan rasa horor bercampur gemas ku singkap alas tidur yang terdiri dari tumpakan dua kasur lipat. dan aku mulai bergidik melihat pasukan semut yang nauzubillah banyaknya. gosh! rupanya mereka telah membuat rumah di bawah alas tidur ku. dan rumah mereka berawal dari kardus yang menjadi dasar alas tidurku.

hampir setahun lalu aku mendapat kiriman kulkas dari seseorang yang tak perlu kau tau lebih jauh. kulkas dengan kapasitas 120 liter (kalau tak salah) ku letak di ruang belakang. berdampingan dengan ruang cuci piring dan kamar mandi. aku sempat bingung dimana menyimpan kardus pembungkus yang lumayan tebal itu. ide brilian datang dari ibu kos ku yang menyarankan untuk dijadikan dasar buat alas tidur ku. "biar tambah anget", katanya.

aku sepakat dan mengagumi sarannya yang terbukti manjur itu. kebetulan pula ukurannya pas dengan alas tidur ku. sampai terjadi peristiwa horor itu.

beberapa hari sebelumnya aku sempat tak nyaman dengan bau apek yang kadang muncul saat aku menggulingkan tubuhku di sudut ruangan. mengganggu nyenyak tidurku. sementara aku tak tau dari mana sumber bau apek itu. awalnya sempat menduga bau apek itu berasal dari laba-laba yang secara berkala juga mampir dan membuat rumah di sudut-sudut ruanganku. aku sudah membersihkannya. entah karena sugesti, bau apek itu sempat hilang dari penciuman ku.

tapi beberapa hari ini bau apek itu kembali menyeruak. seingatku, aku pernah membersihkan alas tidur ku beberapa waktu lalu. sudah lama memang. seingat ku pula, tak ku temukan sesuatu yang mencurigakan saat itu.

aku memang sering merasa tak nyaman dengan ruang tidur ku yang sekarang. lembab (aku pernah mengeluhkan hal ini sebelumnya bukan?). namun, kardus lapuk (aku hampir dapat memastikan salah satu penyebabnya adalah lantai yang belum kering benar saat aku kembali merapikan alas tidur ku beberapa waktu yang lalu) yang akan menjadi sarang bagi ratusan bahkan mungkin juga ribuan semut benar-benar tak pernah terbayangkan oleh ku. aku termenung-menung sendiri. jadi (entah telah berapa lama) aku tidur bersama pasukan semut itu. mereka memang tak terlalu mengganggu ku. beberapa sempat melintas tubuh ku. tapi bisa aku libas dengan kibasan tangan. tak ada serangan balik. menggigit atau masuk ke lubang-lubang yang ada dalam tubuh ku. mungkin mereka tau aku masih hidup. aku hampir pasti, bila aku telah menjadi mayat tak akan ada bedanya aku dengan bangkai cecak atau kecoa yang tak lagi utuh karena telah dipenuhi oleh pasukan mereka.

Monday, June 04, 2007

Roman Picisan

Hari ini tak satu pun panggilan atau sms masuk ke handpone ku. Senyap. Aku memang tak punya banyak teman. Tak juga punya hubungan khusus dengan seseorang yang membuat ia begitu rindu untuk menghubungiku. Dan kesunyian itu membunuhku pelan-pelan. Meski tetap berusaha ku tepis dengan upaya-upaya keras membesarkan hati sendiri.

Sebagai bagian dari membunuh sepi dan membesarkan hati itu aku nonton sendiri. Ini bagian dari aktifitas rutin sebenarnya. Menonton di hari senin demi mendapatkan tiket yang lebih murah. Dan 99%-nya kerap ku lakukan sendiri. Termasuk menebalkan perasaan saat melihat para pasangan yang asyik masyuk sendiri.

Tebalnya perasan itu kerap terkikis saat aku memasuki momen berikutnya. Makan malam sendiri. Aku sering tak mampu lagi memanipulasi diriku sendiri. Telah ku upayakan untuk mencari teman untuk aktifitas ini. Namun sebagaimana sudah aku bilang, teman ku tak banyak. Dan aku lebih sering mendapati kegagalan disbanding kesuksesan saat mengajak teman ku yang tak banyak itu untuk sekedar menghabiskan waktu beberapa menit melakuakn aktifitas makan malam bersama.

Lalu kau pun bisa menebak aku akan menyusuri jalan pulang sendirian. berjalan melewati rute yang biasa ku tempuh. Kadang aku menikmatinya. Sebagaimana kau tau aku tak begitu suka dengan kebisingan. Aku akan memilih diam dan menyendiri di tengah keriuhan. Aku sangat membatasi segala bentuk komunikasi bahkan dengan orang tuaku sendiri. Aku sering tak mampu mengungkapkan pikiran dan perasaanku pada orang lain dengan baik. Namun kenikmatan itu kadang ada batasnya. Dan kerinduan untuk berbagi perasaan dengan orang lain secara intim kerap menyobek-nyobek emosiku sendiri. Menumpahkan airmata.

Ah, berapa banyak orang seperti aku? Para jomblo kesepian dengan sederet keterbatasan yang tak mampu dipecahkan?

Announcement *

Tepat 10 april lalu usia 30 ku jelang. Ada kekhawatiran sendiri mengingat usia biologis perempuan untuk punya anak terbatas. Aku bisa saja kukuh dengan pendirian pura-pura tegar ku untuk tak perlu peduli dengan sindiran kiri kanan dan mempersiapkan diri untuk tetap melajang. Dan adopsi anak bila perlu (kau pasti tau betapa banyaknya anak terlantar di negera bodoh ini). Tapi, sebagaimana kau duga, rasa cemburu terhadap pasangan-pasangan atau teman angkatan yang entah sengaja atau tidak pamer kemesraan dengan keluarga kecil mereka kerap menonjok perasaan ku. Mengendap dalam pikiran dan membangun cerita sedih pada malam-malam tak bisa tidur ku.

Ya, ya, aku juga bisa bilang bahwa aku pernah mencoba menjalin hubungan. Yang kalau mau dihitung secara acak berjalan hampir lima tahun. Sudah bisa menghasilkan seorang anak yang sedang lucu-lucunya kalau mau. Tapi aku tak ingin lagi mengingat-ingat masa lalu. Aku, seperti yang pasti bosan kau dengar, ingin memutus kenangan itu. Bertemu orang baru yang mengajak ku menjelang hidup baru.

Bagaimana pun aku ingin mendapatkan yang terbaik untuk hidupku. Termasuk harapan ditemukannya laki-laki yang tepat untuk ku. The right man on the right place. Sorry to say, kalau aku tetap idealis untuk mendapatkannya. Meski aku tak tau harus mencari kemana. Pasang iklan atau gabung di biro jodoh, aku tak punya cukup nyali. Mengaku pada orang bahwa mendapat pasangan menjadi salah satu prioritas ku saat ini saja aku tak berani (demi menunjukkan idealisme ku, aku juga perlu bilang bahwa ada prioritas lain dalam agenda hidup ku saat ini. Memantapkan karir dan going abroad tentu).

Maka, harapan untuk mendapat laki-laki impian itu sudah kau duga hanya sebatas penghias mimpi malam yang segera buyar siang saat aku bangun dan merasakan perut yang minta diisi. Aku hanya mampu membangun harapan bahwa akan ada saat dimana aku akan bertemu dengannya dan berkata “ I do”.

*Judul diatas tadinya dimaksudkan sebagai pemasangan iklan tentang kejombloanku. Tapi membaca isinya aku sendiri merasa tidak pada tempatnya judul itu diterapkan. Mungkin “Pangeran Impian” lebih pas. Tapi rasanya terlalu klise dan agak-agak teenlit gitu.