Wednesday, August 27, 2008

jogja (for the umpteenth)

i've tried to compromised with my destiny this moment. come to jogja just for meeting. not for travelling or leasuring time. and this loneliness will kill me. i even dont know what i stand for.
his remains ghost me and i still fall my tears down.

Laki-laki Beranonim

Ia mampu menghapus kekhawatiran ku untuk berhati-hati dengan orang yang baru dikenal.
Menjadi teman dalam perjalanan yang melelahkan sepanjang jogja-jakarta yang bising.
Menunjukkan dirinya bukan lelaki genit yang siap ambil kesempatan dalam kesempitan.
Bersikap dengan gentleman dan santun. Bahkan tak menunjukkan tanda-tanda bahwa ia seorang perokok.

Dan aku mulai jatuh hati dalam waktu yang singkat itu. Namun ia tak menunjukkan ketertarikan yang lebih. Kami bahkan berpisah tanpa pamit. Membuat aku masygul. Tidak cukup menarikkah aku? Terlalu angkuhkah aku untuk direngkuh? Terlalu tinggi kah aku menempatkan posisiku?

Untuk mengobati luka aku coba menghibur diri. Mungkin ia memang lelaki baik-baik yang tak ingin mencari mencari peruntungan dan merusak hubungannya dengan seseorang yang telah lebih dulu dibina (sebuah status yang tak pernah berani aku tanyakan sepanjang obrolan kami malam itu). Mungkin pula ia memang tak memiliki ketertarikan pada perempuan (sebuah fenomena yang makin lazim ditemui saat ini dan membuat aku kerap berpandang curiga melihat dua orang laki-laki (muda) berjalan beriringan). Bila benar adanya, beruntunglah aku tak terperosok dalam kisah cinta gombal jilid dua. (meski rasa sesal itu tak jua dengan mudahnya sirna. Akankah ada kesempatan berikutnya?)

Dan aku kembali pulang dalam rasa sunyi sambil menanti P17 tiba. dalam suara panggilan subuh dan godaan usil para sopir yang mencari peruntungan. here i am. in the city with loveless...