Thursday, January 19, 2006

Percobaan hari ini

Malam tadi gue sengaja pasang alarm tepat pukul 03.30 dini hari. Sebenarnya alarm itu juga sudah diset dari kemarin. Niatnya mau sahur untuk puasa. Puasa? Tumben? Ya. Sejak keluar rumah sakit seminggu yang lalu (dan hampir menghadapi sakaratul maut versi gue) gue jadi agak-agak makin religius (sedikit). (meski tujuan puasa itu sendiri agak-agak kabur buat gue. Beneran insyaf atau sekedar ngurangi lemak pada tubuh gue yang semakin mbohai saja…) Lagi pun, ini tahun baru toh?! Tempat orang biasanya bikin resolusi (kenapa dinamain resolusi? Kata yang gak pernah gue ngerti sampai sekarang) macam-macam yang intinya ingin ada perubahan. Meski biasanya gak ngaruh sama sekali. Kau tau, gue gak pernah sukses puasa. Pun di bulan ramadhan. Dan utang-utang yang makin menumpuk itu tak pernah terbayar.

Meski, omong-omong soal sahur, persiapan ini pun sudah dimulai sejak kemarin. Berhubung irawan, tetangga sebelah rumah gue dengan rela kompornya dibajak (ini sebenarnya kompor warisan yang ditinggalkan fadli, penghuni lama), gue jadi berfikir aneh-aneh. Yang mau masaklah, meski bisa dipastikan ini nafsu sesaat. Tau sendiri gue paling males berepot-repot ria masak. Lagipun, gue cuma sendirian, siapa yang mau ngabisin masakan yang pastinya gak mungkin tersaji satu porsi tok. Minus rasa yang gak perlu diomongin dulu disini.

Maka, lepas dari niat luhur apa dibalik keinginan gue puasa itu, berbelanjalah gue untuk persiapan sahur selasa malam lalu. Meski rada bingung. Masak apa di tengah malam buta yang praktis dan tidak mubajir plus dengan peralatan masak yang seadanya?

Hm, pilihan cepat jatuh pada telur ceplok. So, berbelilah gue beras seliter seharga 4.000 perak, telur ayam seperempat kilo, mentega sachet, dan garam halus di warung depan rumah. Total semuanya sepuluh ribu lima ratus rupiah. Eh, plus yakult sebuah ding. Biasalah lapar mata melihat tampilannya yang terpajang di lemari pendingin malam itu.

Lalu sukseskah acara sahur selasa malam itu? sama sekali tidak.
Alarm pada hp memang sukses berdering-dering pada pukul 3.30 dini hari. Dan gue sukes terbangun pada deringannya yang petama. Tapi tak gue biarkan dia berdering lebih lama. Segera gue pasung dan gue kembali ke posisi awal memeluk guling gue satu-satunya itu.

Gue masih ngantuk berat. Alasan yang memberatkan adalah malam kemarin itu gue bahkan baru bangun menjelang pukul dua dini hari. Ngapain aja? Kan udah niat mau sahur? Biasalah. Malam itu tiba-tiba saja gue tertarik untuk transfer gambar yang udah diambil sejak desember lalu (kamera baru bo! Lumix lz 30). Dan, karena ini kali pertama gue pegang kamera digital, agak-agak makan waktu lah untuk urusan-urusan teknis yang gue gak ngerti.
Belum lagi kemudian gue terpesona sendiri sama hasil gambar yang gue dapet. Trus pengen ngerubah ini itu. Klik sana klik sini sampai tengah malam.

Ah, ada gangguan lain juga sebenarnya. Capek karena gak berhasil merubah gambar seperti yang gue mau trus stel teve (ehm! Teve baru juga bo! Meski masih agak mangkel dengan gambarnya yang gak stabil meski sudah dipasangin antena luar). Klik sana klik sini.
Hah, tayangan tengah malam memang memanjakan libido siapapun yang telah tumbuh hormon testetoronnya. Meski kadang dibuat-buat. Ada tayangan ”fenomena klasik”nya trans teve yang malam itu berkisah tentang Mata Hari yang dibawain Djenar Mahesa Ayu dengan dandanan yang (sengaja) dibuat seksi. Atau tayangan tengah malamnya lativi dengan macam-macam judul yang gue gak hafal. Semuanya saru-saru (kenapa ka Oma tak pernah ribut soal ini?). Yang sempet terekam adalah tampilan Rahma Azhari sang host acara yang malam itu juga kelihatannya sengaja dibuat sesensual mungkin.

Isi acara pun dibuat macam-macam yang menggugah selera. (termasuk gue malam itu yang sampai kelepasan tidur jam 2 dini hari. Haha...) Omong soal atm kondomlah, sex toy lah. Halakabrah lah pokoknya. Eh, sempat lihat diskusinya metro tv yang omong soal UU pornografi yang nampilin Ayu Utami sebagai salah satu pembahas. Tapi, berhubung gambar metro adalah gambar terjelek di teve gue, males lah lama-lama noton tayangan dengan gambar yang kabur sana kabur sini.

Eh, gagal dengan niat puasa di hari sebelumnya bukannya meluntur tapi makin menebal pada hari berikutnya. Apalagi rabu siang kemarin gue semakin merasa bersalah dengan pola makan yang sudah tertelan. Jam sepuluh pagi dah makan berat. Siang jam 1 makan berat lagi. Lha, sore jam empat, belum sempat rasanya nasi terolah dengan baik, sudah makan mie ayam dengan menu lengkap. Ada bakso plus pangsit rebus. Alhasil perut terasa sesak dan ukuran panggul ke bawah ini semakin memberat saja. Belum lagi aktifitas kerja yang semakin menabalkan memberatnya ukuran panggul ke bawah itu.

Maka, untuk mengurangi rasa bersalah gue putuskan untuk keluar kantor sebentar untuk jalan kaki mengitari jalan borobudur sejenak kemarin sore itu. Bermula dari jalan borobudur no.4, ambil jalur kiri keluar proklamasi, lurus melewati megaria lalu masuk jalan mendut. Lurus terus melewati radio prambors, kantor kontras dan kembali ke borobudur no.4.
Berhasil mengurangi lemak? Entah lah. Yang jelas berhasil menguatkan niat bahwa gue memang harus berpuasa esok hari.

Maka, meski pulang dari borobudur dalam jam yang tidak bisa dikatakan sore, rabu malam kemarin alarm kembali terpasang pada pukul 3.30 dinihari. Yap, gue berhasil bangun. Berhasil membuat langkah maju karena meski gue terbangun lebih awal semata karena kebelet ingin buang air kecil (pengaruh obat yang malam itu gue minum?) gue gak lantas mengambil posisi untuk tidur lagi. Melainkan segera mematikan alarm yang belum sempat berdering dan mencuci segenggam beras.

Ya sesenggam. Bukankah tak adalagi orang yang makan kecuali gue sendiri dini hari itu? Meski tak yakin dengan hasilnya (mengingat tampilannya yang hanya berupa air dengan bulir-bulir beras yang melayang disana sini) gue nyalakan rice cooker. gue perkirakan 30 menit matang. Tapi karena lagi-lagi gue tak yakin dengan tampilannya, maka gue setia menunggu proses memasaknya. Gue memperkirakan nasi ini akan gosong.

Sambil menunggu gue sempat membersihkan peralatan yang akan gue gunakan untuk menceplok telur dini hari itu. Ah, saat mempersiapkan peralatan, ingatan gue melayang-layang ke sesuatu. (haruskah gue tulis disini?)

Gue sedang tak ingin bersentimentil. Tapi beberapa perabot ini gue beli saat gue punya temen dekat dan kami belanja bersama saat gue baru pindah-pindahan kos. Perabot yang lumayan lengkap untuk ukuran anak kos. Beberapa atas usulnya yang sesungguhnya gak pernah gue pikir. Termasuk membeli rice cooker. Mengingat prinsip gue selalu: kalau ada yang jualan sate, kenapa harus beli kambing?

Gue ingat, gue pun tengah keranjingan mengkoleksi perlengkapan makan minum saat itu. Maka terkumpullah sejumlah cangkir dan mug, piring dan mangkuk dengan bentuknya yang lucu-lucu. Semuanya tersimpan dalam dus sampai saat ini. Sempat terlintas untuk memajangnya kembali dalam rak (untuk itu gue harus membeli rak baru) tapi selalu ragu mengingat resam tinggal gue yang selalu temporer. Pindah sana pindah sini.

Beberapa memang gue pajang kembali kemarin. Terutama peralatan memasak mengingat gue baru mendapatkan kompor rampasan seperti yang sudah gue bilang. (heh, gue sengaja beli hang cooker di hero kemarin).

Eh, kembali ke acara masak memasak dini hari tadi, sambil menunggu nasi tanak gue coba-coba menyalakan kompor yang lagi-lagi gue gak yakin tampilannya itu. Kompor ini belum melewati uji kelayakan sejak ditinggalkan sang empunya. Tapi daripada berasumsi lebih baik mencobanya kan?

Maka gue ambil korek dan setusuk sumpit untuk menyalakan. Benar saja. Api memang sempat menyala. Tapi dalam nyala yang lumayan besar. Segera gue kecilkan. Hah, gue merasa api menyala dengan tidak wajar. Ia keluar dari jalurnya. Maka segera gue siram air sebelum segalanya terjadi. Sempat merasa ketar ketir. Gue memang agak phobi sama peralatan rumah. Api, gas, listrik. Sampai gue memutuskan, udahlah lupakan saja acara masak memasak sahur ini.

Lalu, bagaimana nasib yang beras yang sempat melayang-layang dan tertanak tadi?
Sebelum benar-benar gue nyalakan kompor, gue sempat ngintip penampakannya segera setelah tombol cook pada rice cooker berpindah tempat.

Guess what? Gue mendapatkan bentuk nasi yang aneh. Buliran nasi yang tersebar disana sini dengan lapisan seperti plastik di bawahnya. Lapisan ini seperti kalau kita memasak nasi liwet. Ia memang tidak gosong. Tetapi mewujud dalam bentuknya yang membuat gue takjub. Ia bisa diangkat tanpa meninggalkan jejak sebulir pun ditempatnya. Dan gue bisa melipat-lipat lingkaran nasi berlapis plastik itu menjadi sebentuk martabak. Meski tak termakan dan segera gue masukkan ke tempat sampah sesaat sebelum gue abadikan lewat ponsel gue dan azan subuh yang tiba-tiba mencuri waktu sahur gue.

No comments: